Belalai “Erin” Terpotong Oleh Kawanan Pemburu Liar

Penangkaran Gajah, Taman Nasional Way Kambas, Lampung (Ilustrasi)

Erin (4 tahun) gajah sumatera (elephas maximus sumatrensis) bernasib malang setelah terpotong belalainya oleh kawanan pemburu liar, sehingga untuk makan pun mengalami kesulitan. Anak gajah langka dan dilindungi ini harus menunduk saat akan makan, bahkan terkadang musti disuapi oleh pengasuh (mahot/pawang).

“Kalau gajah lain makan menggunakan belalainya, tapi Erin menunduk. Kalau makan buah-buahan dia mendekatkan makanan ke mulutnya dengan bantuan kakinya,” kata Tri Sulistiyono, Wakil Ketua Tim Elephant Respons Unit (ERU) Tegal Yoso Balai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) di Kabupaten Lampung Timur.

Erin adalah gajah liar penghuni Pusat Konservasi Gajah Taman Nasional Way Kambas yang ditemukan di perbatasan Rawa Arjo, Way Kambas, 23 Juni 2016. Saat ditemukan, kondisi Erin sakit dan terpotong belalainya, akibat jerat pemburu yang diduga dipasang untuk menjerat satwa liar rusa dan babi hutan.

Namun sebelumnya, Erin sudah terpantau oleh Tim ERU Way Kambas hingga akhirnya ditemukan sudah ditinggal rombongan gajah liar lainnya. Erin saat ini selalu dipantau oleh tim dokter Rumah Sakit Gajah Way Kambas sejak diselamatkan. Sekarang dia semakin membaik, bobot tubuhnya sekitar 470 kilogram atau naik dua kali lipat dari saat pertama ditemukan.

Kasus dialami Erin di hutan Way Kambas adalah bukti pemburu liar menjadi ancaman paling utama keberlangsungan hidup satwa gajah dan satwa liar langka dan dilindungi lainnya di hutan Sumatera. “Pemburu liar menjadi ancaman paling utama, baik perburuan secara tradisional maupun organik tersistem, tidak hanya gajah tapi rusa dan badak sumatera menjadi incaran mereka,” ujar Sulistiyono.

Tim ERU TNWK berharap kesadaraan manusia untuk menyelamatkan satwa gajah yang jumlahnya semakin menurun. “Kami berharap masyarakat tidak menganggap gajah ini sebagai hama dan manusia mau berbagi ruang dengan gajah,” ujarnya pula.

READ  VIDEO : Luput dari Pemburu, Kondisi Harimau Sumatera ini Memprihatinkan

Selamatkan

“Ayo selamatkan gajah, manusia butuh hidup, gajah juga butuh hidup,” kata Sulistiyono menyampaikan harapannya.

Kampanye selamatkan gajah juga disuarakan Wildlife Conservation Societies (WCS)-Indonesia Program, mengingat populasi gajah yang semakin menurun akibat perburuan liar itu. WCS menyebutkan dalam kurun waktu delapan tahun di dalam kawasan hutan TNWK tercatat sedikitnya 26 ekor gajah ditemukan mati, diduga akibat perburuan meskipun pihak Balai TNWK membantah rilis data tersebut.

Rinciannya, kata dia, tahun 2011 sebanyak enam ekor gajah yang mati, yaitu lima gajah jantan dan satu betina. Pada 2012 satu ekor gajah betina. Tahun 2013 tiga ekor gajah yang mati.

Kemudian pada 2014, dua ekor gajah mati, satu jantan dan satu betina. Tahun 2015 enam ekor gajah mati terdiri atas lima betina dan satu gajah jantan.

Selanjutnya, pada 2016 tiga ekor gajah mati, satu jantan dan satu betina, salah satunya adalah bayi gajah yang mati karena sakit. Kemudian tahun 2017, empat ekor gajah mati, satu gajah betina dan tiga ekor tidak diketahui jenis kelaminnya karena hanya tersisa tulang belulangnya.

Terbaru pada tahun 2018 ini, satu ekor gajah betina berusia sekitar 20 tahun ditemukan mati di wilayah Resort III Kuala Penet TNWK pada Senin (12/2) pagi. Saat ditemukan, gigi dan caling (gading gajah betina) pada tubuh gajah ini telah hilang. Pada bagian kepala dan dada gajah liar ini ditemukan beberapa bekas luka tembak .

WCS juga menyebutkan populasi gajah liar di hutan TNWK saat ini tersisa 247 ekor. Jumlah populasi ini kemungkinan melebihi sedikit dari perkiraan, menyusul marak perburuan gajah liar untuk diambil gading dan giginya oleh kawanan pemburu liat.

READ  2 Anak Orangutan Sumatera Ditemukan Mati di Pusat Pengamatan Bukit Lawang

Hasil survei WCS tahun 2002, jumlah gajah liar di hutan TNWK sebanyak 220 ekor. Jumlah itu meningkat lebih banyak pada tahun berikutnya. Hasil survei di tahun 2010 disebutkan jumlah populasinya 247 ekor.

Hasil olah DNA, jumlah populasi gajah betina lebih banyak dibanding jantan dengan sex ratio satu berbanding enam (1:6). Survey Balai TNWK pun menyebutkan suvei WCS dengan populasinya yang tidak jauh berbeda.

WCS mengkhawatirkan penurunan populasi gajah liar di hutan Way Kaambas bagi masa depan terutama keberlangsungan ekosistem di sekitarnya, dan bagi ilmu pengetahuan jika gajah di Sumatera ini tidak dijaga bersama-sama.

Keberadaan dan kelestarian gajah sumatera, bersama beberapa satwa kunci lainnya, seperti harimau sumatera dan badak sumatera menjadi indikator utama adanya perlindungan dan pelestarian satwa langka dan dilindungi di dunia masih tersisa di hutan Pulau Sumatera, termasuk dua kawasan hutan utama di Lampung, TNWK dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di Lampung Barat, Pesisir Barat (Lampung) dan Bengkulu Selatan (Bengkulu).

Pengelola kedua taman nasional kawasan hutan hujan tropis dengan flora dan fauna endemis di dalamnya itu, membenarkan ancaman utama pelestarian satwa liar langka adalah perburuan liar, selain perambahan hutan yang mengusik habitat satwa dimaksud sehingga mengalami gangguan tempat hidup maupun makanan yang diperlukan.

Perlu upaya serius dan bersungguh-sungguh melibatkan semua pihak untuk menyelamatkan gajah sumatera, sehingga tidak bernasib buruk seperti dialami gajah Erin, atau malah lebih malang, mati karena diburu para pemburu liar.

 

Sumber : Antara dan Republika

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Enable Notifications    Ok No thanks