Darurat! Penyelamatan Badak Sumatera Tidak Bisa Ditawar

 

 

  • Tindakan darurat penyelamatan badak sumatera harus segera dilakukan mengacu Rencana Aksi Darurat Konservasi Badak Sumatera yang sudah ditetapkan Direktorat Jenderal KSDAE, KLHK, Nomor: SK. 421/KSDAE/SET/KSA.2/12/2018
  • Jumlah badak sumatera yang tidak lebih 100 individu, tidak hanya menghadapi ancaman perburuan, tetapi juga kerusakan habitat dan populasi kecil yang terpencar
  • Badak sumatera yang statusnya Kritis [Critically Endangered] hanya ada di Taman Nasional Gunung Leuser, Bukit Barisan Selatan, Way Kambas, dan Kutai Barat, Kalimantan Timur
  • Rencana pembangunan Suaka Rhino Sumateradi Aceh, merupakan amanah yang tercantum dalam Rencana Aksi Darurat [RAD] Badak Sumatera atau Emergency Action Plan [EAP]

 

 

Perburuan badak sumatera, khususnya di Kawasan Ekosistem Leuser [KEL], harus diwaspadai. Pemburu bukan hanya berasal dari masyarakat sekitar hutan Leuser, tapi juga dari Sumatera Barat, Lampung, Riau, bahkan luar negeri.

Sebanyak 21 warga Vietnam yang ditangkap pada Agustus 2012 di hutan Leuser, tepatnya di Kabupaten Aceh Tenggara, yang mengaku pencari kayu gaharu, adalah bukti nyata perburuan itu ada.

Rudi Putra, Direktur Forum Konservasi Leuser [FKL], menyatakan perburuan satwa bercula dua itu masih terjadi di KEL. Lokasinya, tidak hanya di hutan konservasi, tapi juga di hutan produksi maupun areal penggunaan lain.

“Mereka mencari cula. Perlindungan dengan memperketat pengamanan terus kami lakukan. Termasuk, menambah jumlah patroli di hutan,” terangnya, Rabu [15/5/2019].

Rudi yang telah 20 tahun bekerja dalam isu penyelamatan hutan Leuser dan satwa, mengatakan melindungi badak sumatera harus sungguh-sungguh. Populasi di alam liar yang tidak lebih 100 individu, harus benar-benar diperhatikan.

“Satu individu mati akan berkurang satu persen. Ini sangat bahaya. Harus dipastikan, tidak ada kegiatan merusak habitat yang menambah keterancaman satwa pemalu ini,” ujarnya.

READ  Polisi menetapkan 95 tersangka kebakaran hutan dan lahan Riau

 

 

Harapan, Badak Sumatera kelahiran Cincinnati Zoo, Ohio, Amerika 27 Mei 2007. Sejak 2 November 2015 ia berada di SRS Way Kambas, Lampung. Foto: Junaidi Hanfiah/Mongabay Indonesia.

 


Pemerintah di tingkat kabupaten/kota, provinsi hingga pusat harus memastikan, hutan KEL terjaga dan tidak memberikan izin untuk kegiatan merusak. Jika tidak ada perburuan dan pengrusakan hutan, dengan luas hutan yang mencapai tiga juta hektar, Provinsi Aceh merupakan daerah yang tepat untuk pelestarian badak sumatera.

“Di beberapa lokasi, badak sudah tidak berkembang karena hutannya hancur. Butuh tindakan khusus untuk membantu perkembangbiakan. Namun, ini semua harus ada kajian dan persiapan matang, salah satunya dengan membangun Suaka Rhino Sumatera [Sumatran Rhino Sanctuary/SRS] di Aceh,” paparnya.

SRS akan diisi badak-badak yang berada di hutan terfragmentasi. “Badak-badak yang tidak bisa berkembang biak karena tidak ada pasangan, akan dikumpulkan agar bertemu dan kawin,” ungkap Rudi.

 

Badak Sumatera, harus ada tindakan yata untuk menyelamatkan kehidupannya dari kepunahan. Foto : Junaidi Hanfiah/Mongabay Indonesia.

 

Pengamanan

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh, Sapto Aji Prabowo, mengakui pengamanan badak dari perburuan di beberapa kawasan hutan belum maksimal. Masih terjadi kelonggaran.

“Kawasan hutan di Aceh, pengelolaannya dilakukan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL], BKSDA Aceh, dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan [DLHK] Aceh, dibantu sejumlah lembaga mitra. Kami terus bekerja sama agar perlindungan satwa liar termasuk badak sumatera, berjalan baik.”

Terkait rencana pembangunan Suaka Rhino Sumatera di Aceh, Sapto mengatakan, hal itu merupakan amanah yang tercantum dalam Rencana Aksi Darurat [RAD] Badak Sumatera atau Emergency Action Plan [EAP].

Dalam RAD yang ditetapkan Dirjen KSDAE, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] Nomor: SK.421/KSDAE/SET/KSA.2/12/2018, pada 6 Desember 2018, salah satu hal disebutkan, menyatukan populasi badak sumatera yang berada di KEL dan TNGL ke habitat yang luasnya lebih dari 100.000 hektar.

READ  Akhirnya, Burung-burung Ini Kembali ke Hutan Maluku Utara

“Penyatuan badak-badak yang jumlah populasi kecil ini penting dilakukan untuk membantu perkawinan sehingga ketika anaknya lahir bisa dikembalikan ke habitat alami. Jika populasi kecil ini dibiarkan tanpa disatukan dengan kelompok lain, maka akan punah dengan sendirinya karena tidak bisa berkembang biak,” sebut Sapto.

 

 

Suaka Rhino Sumatera, Way Kambas, Lampung yang dipagar dan dialiri listrik. Foto : Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia.

 

 

Tim juga telah melakukan survei 14 lokasi yang dianggap cocok sebagai lokasi SRS. Namun, wilayah pastinya sedang ditetapkan sekaligus menunggu persetujuan KLHK.

“SRS di Aceh menjadi penting karena berdasarkan penelitian ada kantong-kantong yang sudah tidak memungkinkan untuk berkembang biak, karena populasi yang sangat kecil. Ini harus dipindahkan ke satu tempat sehingga mereka bisa berkembang biak. Tapi, membangun SRS harus sangat hati-hati dan didukung semua pihak, mulai dari tinggat tapak hingga pemerintah pusat,” terangnya.

Sementara, untuk kantong-kantong yang populasinya diatas 10 atau 15 individu, akan dilakukan aksi darurat berupa proteksi intensif.

“Agar badak-badak yang dikumpulkan nanti tidak keluar dari daerah asalnya, yaitu hutan Aceh,” tandas Sapto.

Badak sumatera merupakan satwa langka yang berdasarkan IUCN statusnya Kritis [Critically Endangered] atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar. Keberadaannya tersebar di Taman Nasional Gunung Leuser, Bukit Barisan Selatan, Way Kambas, dan Kutai Barat, Kalimantan Timur.

 

 

 

 

SUMBER : MONGABAY.CO.ID

 

 

Enable Notifications    Ok No thanks