Jerat Satwa Masih Ancaman Utama Kehidupan Badak Sumatera di Leuser

 

  • Ancaman kehidupan badak sumatera di Kawasan Ekosistem Leuser [KEL] selalu ada, terutama banyaknya jerat yang dipasang pemburu.
  • Jerat tali nilon maupun kawat sling tidak hanya melukai rusa atau babi hutan bila terkena, tapi juga gajah dan tidak terkecuali badak sumatera.
  • Jerat ini tersebar mulai dari hutan produksi, hutan lindung, maupun hutan konservasi termasuk di Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL].
  • Pengungkapan kasus perburuan badak sejauh ini sama sulitnya seperti menemukan badak di alam liar.

 

 

Populasi badak sumatera di hutan Kawasan Ekosistem Leuser [KEL] tak pernah lepas dari ancaman. Selain karena habitatnya terfragmentasi akibat kegiatan ilegal, bertebarannya jerat yang dipasang pemburu merupakan tantangan besar yang butuh penyelesaian.

Pembina Forum Konservasi Leuser [FKL] Rudi Putra, saat menjadi narasumber webinar “Badak Indonesia Meniti Jalan Kepunahan Atau Selamat?” yang dilaksanakan Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada [Kagama], pada 27 September 2020, mengatakan jerat masih menjadi ancaman terhadap kelestarian badak sumatera di KEL.

“Jerat ini tidak hanya khusus dipasang pemburu untuk menangkap badak, tapi juga satwa lain seperti gajah, harimau, maupun rusa,” ujarnya.

Rudi mengatakan, jerat yang terbuat dari tali nilon maupun kawat sling tidak hanya melukai rusa atau babi hutan tapi juga gajah sumatera. Jika terkena kaki badak, pasti akan bernasib sama.

“Gajah yang badannya besar dapat terluka atau terbunuh, apalagi badak yang ukurannya lebih kecil.”

Hingga saat ini, tim patroli FKL masih menemukan jerat yang dipasang pemburu. Bahkan, hampir setiap patroli tim memusnahkan alat pembunuh satwa tersebut. “Memang jumlahnya mulai menurun jika dibandingkan beberapa tahun lalu, tapi selama jerat masih dipasang di dalam hutan, badak akan selalu terancam,” jelasnya.

READ  1.200 Komodo di TN Komodo Telah Dipasang Cip Pelacak

 

Badak Sumatera yang jumlahnya di alam diperkirakan tidak lebih dari 80 individu. Foto : Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia.

 

 

Data Forum Konservasi Leuser menunjukkan, pada tahun 2016, lembaga yang memiliki 28 tim patroli ini menemukan 1.069 jerat, baik kecil maupun besar. Pada 2017, jumlah yang dimusnahkan sebanyak 814 jerat, selanjutnya pada 2018 naik lagi menjadi 843 jerat. Sementara, pada 2019 turun menjadi 241 jerat.

“Jerat tersebar mulai dari hutan produksi, hutan lindung, maupun hutan konservasi termasuk di Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL],” urainya.

Rudi menambahkan, di Kawasan Ekosistem Leuser, badak sumatera berada di empat kantong terpisah. Satu kantong terpantau baik dan badak berkembang biak secara alami, sementara tiga kantong lagi belum ditemukan adanya tanda-tanda kelahiran.

“Kami fokus mengirim tim patroli ke semua kawasan hutan Leuser untuk mengamankan badak dan satwa lain dari pemburu. Termasuk juga melakukan pembersihan jerat.”

 

Jerat-Jerat yang dipasang pemburu di kawasan Ekosistem Leuser yang telah dimusnahkan oleh Tim Forum Konservasi Leuser. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia.

 

 

Terorganisir

Dwi N. Adhiasto, Regional Wildlife Trade Specialist, Wildlife Crime Unit [WCU] mengatakan, pengungkapan kasus perburuan badak sejauh ini sama sulitnya seperti menemukan badak di alam liar.

“Pemburu badak sangat tertutup dan bekerja begitu hati-hati. Jadi, sangat sulit mengungkap kejahatan mereka.”

Umumnya, cula badak termasuk dari Indonesia diselundupkan ke China dan Vietnam. Di negara tersebut, cula digunakan sebagai campuran obat tradisional yang diyakini dapat meningkatkan daya tahan tubuh, serta untuk pengobatan sejumlah penyakit.

“Di Indonesia ada dua kelompok yang diciptakan untuk melakukan perburuan badak, dan mereka bisa bekerja sama. Para penampung di tingkat nasional punya hubungan ke penerima di dua negara itu,” ungkapnya.

READ  Mangsa Hewan Ternak, Harimau Sumatera

Untuk menghentikan kegiatan perburuan badak, cara yang bisa dilakukan adalah membasmi semua yang terlibat, mulai dari tingkat pemburu hingga ke penampung. Dengan catatan, pelaku yang ditangkap tidak boleh tebang pilih. Ini dikarenakan, mereka akan terus merekrut anggota dan saling membantu.

“Terkait jerat yang tersebar di hutan, harus diperhatikan pula lokasinya. Para pemburu dipastikan mengetahui posisi yang masih ada satwa liarnya untuk ditangkap, termas badak,” ujar Dwi.

 

 

Prof. Dr. Satyawan Pudyatmoko, Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM mengatakan, semua pihak harus melakukan langkah cepat dan terlibat penuh dalam upaya penyelamatan badak sumatera. Masalah perburuan dan juga habitat yang terus menyusut harus segera diselesaikan.

“Persoalan ini harus cepat dituntaskan. Pemerintah mulai dari pusat hingga daerah harus memiliki visi dan misi yang sama, menjaga kelestarian badak sumatera. Pembangunan yang dilakukan juga hendaknya tetap memperhatikan hutan yang merupakan rumah besar satwa liar,” paparnya.

 

 

 

 

 

 

 

SUMBER : MONGABAY.CO.ID

 

 

 

Enable Notifications    Ok No thanks