Kala Hutan Mangrove Teluk Ambon Tergerus

  • Warga di sekitar pesisir Teluk Ambon, Maluku, merasakan kala hutan mangrove tergerus, kondisi banjir lebih parah saat hujan ataupun ketika air laut pasang.
  •  Daniel Pelasulla, peneliti LIPI/BRIN Ambon prihatin dengan hutan mangrove di Teluk Ambon yang makin hari makin terdegradasi.
  •  Diana Sinanu, pegiat lingkungan hidup, mengatakan, mangrove sangat penting buat masyarakat karena bisa mencegah abrasi dan masuknya air laut. Dia contohkan, lokasi tanpa hutan mangrove alami banjir rob atau gelombang pasang parah. Dia bersyukur, bersama keluarga aman karena terlindung mangrove.
  •  Kepedulian masyarakat terhadap mangrove pun perlu ditingkatkan hingga bisa terlibat menjaga termasuk menanam di sekitar pesisir Teluk Ambon.

Hujan deras dan angin kencang melanda Kota Ambon, awal Maret tahun lalu. Hampir satu jam beberapa wilayah terendam banjir seperti Maluku City Mall, Batu Merah, dan permukiman warga di Desa Halong. Sebagian tempat berdekatan dengan pantai maupun sungai.

Desa Halong terparah. Ketinggian air mencapai tinggi lutut hingga pinggang orang dewasa. Banjir kali ini merupakan peristiwa paling terparah 20 tahun terakhir.

Selain rumah warga, jalan raya juga terendam banjir karena luapan dari drainase maupun gorong-gorong yang tersumbat.

Disana Febyan Kajadoe, Sekretaris RT 07 Desa Halong bergotong royong bersama warga lain untuk memperbaiki saluran drainase dan gorong-gorong agar air banjir bisa mengalir ke laut.

Gorong-gorong, katanya, tersumbat karena material pembangunan RS TNI Angkatan Laut di dekat pesisir pantai.

Selain material bangunan, bekas pepohonan mangrove yang ditebang menutupi gorong-gorong. Batang-batang pohon berserakan di pesisir pantai dan sungai kecil dekat permukiman warga.

Selain luapan air banjir, saat sama air laut juga pasang. Kondisi ini membuat air laut masuk bersamaan dengan air yang turun dari kaki gunung.

Banjir di Desa Halong, Ambon. Tampak mangrove terbabat. Kala air laut pasang dan hujan, pemukiman sekitar pun kebanjiran. Foto: Chris Belseran/ Mongabay Indonesia
Banjir di Desa Halong, Ambon. Tampak mangrove terbabat. Kala air laut pasang dan hujan, pemukiman sekitar pun kebanjiran. Foto: Chris Belseran/ Mongabay Indonesia

 

Menurut Febyan, peristiwa seperti ini jarang ini. Dia duga air makin parah merendam pemukiman setelah penebangan mangrove di pesisir pantai Desa Halong.

Mangrove terbabat habis, berpengaruh terhadap rembesan air laut dan tak ada menapis air laut masuk ke darat.

Febyan berharap, pemerintah Kota maupun pemerintah desa bisa bijaksana mencari solusi agar saat hujan lokasi mereka tak terendam lebih parah.

READ  Gakkum KLHK Sulawesi Tangkap Cukong Kayu di Sulawesi Selatan

Lisa, warga Desa Lateri, Kecamatan Baguala, Kota Ambon mengeluh rumah diterpa angin kencang dan air laut.

Kondisi ini terus terjadi setelah tutupan hutan Mangrove di sekitar pesisir Pantai Lateri hilang. Warga di sekitar pesisir tak nyaman dan memilih mencari lokasi lain.

Dia bilang, saat mangrove masih subur, masyarakat tak khawatir dengan angin kencang dan badai serta gelombang pasang.

Mangrove, katanya, sangat berguna. Dengan pembangunan talud maupun reklamasi, katanya, hampir sebagian besar pepohonan di hutan mangrove ditebang.

Banjir di Desa Halong, pesisir pantai di Ambpn. Foto: Christ Belseran/ Mongabay Indonesia
Banjir di Desa Halong, pesisir pantai di Ambpn. Foto: Christ Belseran/ Mongabay Indonesia

 

***

Hari sama, tempat berbeda, Diana Sinanu, pegiat lingkungan hidup, tengah bikin pembibitan mangrove di dekat rumahnya di sekitar pesisir Pantai Passo, Kecamatan Baguala, Kota Ambon.

Di sana juga hujan deras dan angin kencang tetapi kondisi tak seperti Desa Halong.

Saat itu, air sedang pasang, dan hujan lebat, tetapi rumahnya yang langsung berhadapan dengan laut itu terlindung hutan mangrove.

Diana, adalah anak dari (alm) Dominggus Sinanu, penerima penghargaan Kalpataru 1981 dan penerima Satya Wirakarya Teladan di Maluku 1995. Diana bersama ayahnya menanam mangrove di sekitar Teluk Ambon sejak 1981.

Keuletan dan kerja keras Dominggus dan keluarga, terlihat dari hutan mangrove nan rimbun di Teluk Ambon.

Diana menyayangkan, banyak penebangan pohon mangrove yang ditanam ayahnya di Teluk Ambon bagian dalam, termasuk di pesisir Desa Halong.

Dia bilang, pembangunan harus berbasis lingkungan dan sudah jelas dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Beta mau tahu izin ini keluar dari mana? Izin siapa yang keluarkan?” katanya saat diwawancarai Mongabay.

Dia bukan menolak pembangunan, tetapi seharusnya memperhatikan lingkungan, seperti tak merusak hutan mangrove.

Dalam kasus perusakan mangrove, Diana sudah menghubungi petugas Dinas Kehutanan dan Dinas Persampahan Lingkungan Hidup Ambon tetapi tak mendapat tanggapan serius.

Baginya, mangrove sangat penting buat masyarakat karena bisa mencegah abrasi dan masuknya air laut. Dia contohkan, lokasi tanpa hutan mangrove alami banjir rob atau gelombang pasang parah. Dia bersyukur, bersama keluarga aman karena terlindung mangrove.

READ  Jual Bagian Tubuh Satwa Liar Dilindungi, Lelaki Deli Serdang ini Diamankan Petugas

Daniel Pelasulla, peneliti LIPI/BRIN Ambon prihatin dengan hutan mangrove di Teluk Ambon yang makin hari makin terdegradasi.

Berdasarkan riset , pada 1998-2008, di sebagian Teluk Ambon bagian dalam dan luar ada sekitar 49 hektar hutan mangrove. Belakangan, hutan mangrrove tersisa sekitar 39 hektar.

Dia nilai, reklamasi Teluk Ambon—yang mengenai hutan mangrove– kurang tepat. Sebaiknya, Teluk Ambon bagian dalam itu jadi hutan atau kebun raya mangrove. Ia jadi kawasan terlindungi dan bisa bermanfaat bagi pengembangan pariwisata oleh masyarakat.

“Maka sektor parawisata akan bangkit, justru memicu pertumbuhan ekonomi di Kota Ambon,” katanya.

Kepedulian masyarakat terhadap mangrove pun perlu ditingkatkan hingga bisa terlibat menjaga termasuk menanam di sekitar pesisir Teluk Ambon.

“Saya pikir partisipasi masyarakat terutama anak usia dini harus didorong. Dari TK sampai mahasiswa supaya dari kecil mereka mempunyai pemahaman pengetahuan dasar tentang lingkungan.”

Hutan mangrove di Desa Passo, menjadi penjaga bagi pesisir. Foto: Christ Belseran/ Mongabay Indonesia
Hutan mangrove di Desa Passo, menjadi penjaga bagi pesisir. Foto: Christ Belseran/ Mongabay Indonesia

 

Jems Abraham, Kepala Pusat Penelitian Wlayah Pesisir, Pulau-pulau Kecil dan Daerah Terluar Pusat Studi Lingkungan (PSL) Universitas Pattimura Ambon mengatakan, mangrove mempunyai beberapa fungsi.

Pertama, fungsi secara fisik memberikan perlindungan terhadap garis pantai dan kawasan pantai. Kedua, mangrove dari sisi biologis maupun ekologis memberikan manfaat sebagai tempat asupan bagi sumberdaya yang hidup dan berasosiasi di kawasan mangrove itu. Ketiga, mangrove juga sebagai tempat makan dan tempat memijah.

“Mangrove mempunyai fungsi besar bagi hidup di sekitar mangrove seperti ikan, kepiting dan lain-lain.”

Pakar Perikanan Universitas Pattimura ini mengatakan, ketika mangrove tak terlindungi maka bisa berdampak sangat besar. Hutan mangrove akan rusak atau terganggu. Apabila hutan mangrove terganggu, katanya, ikan atau biota di sekitar mangrove akan hilang.

Dari beberapa penelitian Fakultas Perikanan terkait penurunan hutan mangrove, kecenderungan ini terjadi karena permintaan lahan tinggi untuk permukiman. Pemerintah, katanya, harus taat asas terkait peruntukan ruang.

“Jadi, rencana tata ruang wilayah, rencana zonasi dan pulau-pulau kecil mesti menjadi bingkai untuk mereduksi upaya pemanfataan hutan mangrove.”

READ  Api Membakar Lahan di Sumatera Selatan, Penanggulangan Harus Cepat

Pembangunan di pulau-pulau, katanya, perlu pendekatan komfrehensif atau terpadu. “Semua orang bisa memberikan kontribusi. Disitulah pendekatan yang selama ini kurang dikembangkan dengan baik. Komunikasi adaftif yaitu mengakomodasi masyarakat sampai pemerintah.”

Willem Talakua, peneliti valuasi ekonomi ekosistem hutan mangrove di pesisir pantai Kota Ambon dalam penelitiannya menuliskan, hutan mangrove di pesisir Kota Ambon sekitar 64 hektar tersebar di negeri atau Desa Laha, Tawiri, Poka, Hunut, Waiheru, Nania, Passo, Negeri Lama, Lateri, Latta, Halong, Rutong dan Leahari.

Keberadaan hutan mangrove ini, katanya, selain memberikan manfaat fisik dan ekonomi juga biologis sebagai penyedia pakan (feeding ground) dalam sistem rantai makanan. Kondisi ini, terlihat dari banyaknya penangkapan ikan, maupun bameti dan balobe oleh masyarakat.

Ada juga beberapa spesies fauna bernilai ekonomi seperti kepiting bakau (Scyllaspp), rajungan (Portunus pelagicus), udang windu (Penacusspp), juga beberapa spesies moluska, seperti kerang dara (Anadara antiquata), dan tiram bakau (Saccostreasp dan Crassostreasp).

Pembangunan pesisir Ambon yang membersihkan hutan mangrove. Foto: Christ Belseran/ Mongabay Indonesia
Pembangunan pesisir Ambon yang membersihkan hutan mangrove. Foto: Christ Belseran/ Mongabay Indonesia

 

Contansius Kolatfeka, Koordinator Lembaga Kalesang Lingkungan Maluku mengatakan, mereka tak henti suarakan kondisi lingkungan Maluku khusus Ambon.

“Kota Ambon sebagai ibukota pemerintahan Maluku, lagi-lagi pembangunan sangat pesat,”katanya.

Pulau Ambon, kata Kolatfeka, memiliki teluk indah. Seharusnya, jadi ikon ekosistem pesisir yang terjaga dan lestari. Apalagi, katanya, Ambon masuk kategori pulau-pulau kecil.

Dalam rencana tata ruang Ambon 2011-2029, zona lindung adalah zona sebaran pantai mulai terhitung dari wilayah Teluk Ambon Baguala itu.

Jadi, katanya, ada pembangunan skala besar, katanya, perlu memperhitungkan daya dukung lingkungan sekitar. Mangrove, katanya, sebagai pelindung pesisir dari ancaman abrasi maupun kenaikan air laut.

“Contoh kondisi di Desa Poka dan Desa Rumah Tiga air laut naik ke rumah-rumah warga karena terjadi penyempitan ruang lingkungan di Teluk Ambon.”

Dia ingatkan lagi, siapapun yang membangun seharusnya mengacu rencana tata ruang. Kerusakan lingkugan hidup, katanya, akan memberikan dampak serius terhadap ekosistem di pulau ini.

 

SUMBER: MONGABAY

Enable Notifications    Ok No thanks