Orangutan Mati di Gayo Lues, Diduga Digigit Anjing dan Dipukul Pemburu
Kondisi luka cukup mengenaskan
Gayo Lues, IDN Times – Dunia konservasi satwa liar kembali berduka. Setelah kematian harimau Citra Kartini di Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi, kini kasus kematian kembali terjadi. Satu individu orangutan sumatra ditemukan mati di areal Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Desa Putri Betung, Kecamatan Putri Betung, Kabupaten Gayo Lues, Aceh, Sabtu (26/7/2022). Tepatnya di areal Kelompok Tani Hutan Konservasi (KTHK) Aih Gumpang.
Bangkai satwa arboreal itu pertama kali ditemukan oleh tim SMART Patrol Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Blangkejeren, Bidang Pengelolaan Taman Nasional (BPTN) Wilayah II Kutacane, Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser dan Yayasan Orangutan Sumatra Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL-OIC). Ada sejumlah luka ditemukan di tubuh orangutan malang itu.
1. Sempat diduga ditembak, ternyata luka di tubuh orangutan karena gigitan dan bekas pukulan
Kasus kematian orangutan ini cukup disesalkan. Kondisi bangkai saat ditemukan dipenuhi bekas luka. Ada beberapa lubang di tubuh orangutan jantan yang diperkirakan berusia 13-15 tahun itu.
“Kita sempat menduga itu adalah bekas luka tembak,” ujar Plt. Kepala SPTN III Blangkejeren Ali Sadikin, Selasa (26/7/2022) petang.
Dokter hewan dari YOSL-OIC kemudian melakukan nekropsi. Ada delapan bekas luka di tubuh satwa bernama latin pongo abelii itu. Lima luka di bahu kanan lima luka di bahu kiri.
Hasil nekropsi menunjukkan terdapat beberapa luka dalam pada bagian tubuh itu. Di antaranya pada bahu ventral dextra (kanan), bahu dorsal dextra, lengan sinister, bahu ventral sinister (kiri), telapak kaki, jari tangan, paha serta fraktur bagian tangan os radius ulna sinister yang kuat dugaan akibat pukulan benda keras.
Hasil nekropsi juga menunjukkan, orangutan seberat sekitar 50 Kg itu diperkirakan sudah empat sampai lima hari mati sebelum pada akhirnya ditemukan. Setelah dinekropsi, bangkai orangutan itu kemudian dikuburkan.
“Lubang yang ada di tubuhnya diduga karena gigitan anjing,” ungkapnya.
2. Diduga karena ulah pemburu yang membawa anjing
Berbagai dugaan mencuat ihwal penyebab kematian orangutan tersebut. Di lokasi kejadian, ditemukan bekas rambut orangutan. Diduga orangutan itu sempat diseret. Ali juga menduga orangutan itu sempat melakukan perlawanan.
Sementara, anjing yang menggigit orangutan diduga milik pemburu. Biasanya, para pemburu masuk ke hutan membawa anjing.
“Kita menduga ini pemburu yang membawa anjing. Tindak lanjut kasus ini kita laporkan ke Balai Gakkum Wilayah Sumatra,” ujar Ali.
Lokasi kejadian itu memang merupakan habitat orangutan. Terbukti ditemukannya sarang – sarang yang ada di atas pohon. Kata Ali, ini adalah kasus pertama orangutan ditemukan mati di Gayo Lues.
3. KTHK didorong untuk sama – sama menjaga kawasan
Founder YOSL-OIC Panut Hadisiswoyo juga menyayangkan kematian orangutan di Gayo Lues. Dia mendorong, kasus ini bisa diusut tuntas sehingga publik mengetahui pasti penyebabnya. Apakah karena konflik dengan manusia, atau karena faktor lainnya.
“Kita meminta supaya ini diusut,” ujar Panut, Selasa malam.
Ada sejumlah kasus orangutan berkonflik dengan manusia yang terjadi dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Baik yang meninggalkan luka, atau bahkan berujung kematian pada orangutan.
Sebut saja kasus orangutan Hope di Subulussalam, Aceh. Di tubuhnya bersarang 74 peluru senapan angin. Matanya juga buta karena tertembak. Kabar soal Hope menggegerkan dunia internasional. Orangutan betina itu ditemukan bersama bayinya dalam kondisi memprihatinkan. Bayinya pada akhirnya mati karena mengalami malnutrisi. Dua remaja asal Aceh berusia 16 dan 17 tahun yang menjadi tersangka dalam kasus penyiksaan Hope, hanya dikenai sanksi yang yang relatif ringan karena keduanya masih di bawah umur.
Panut berharap, ada keterlibatan multipihak dalam memitigasi potensi konflik satwa liar. Salah satunya adalah Kelompok Tani Hutan Konservasi (KTHK) sebagai pola kemitraan konservasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kementerian LHK dalam hal ini Direktorat Jenderal KSDAE didorong melakukan evaluasi skema kemitraan konservasi.
“Ini menjadi perhatian, bagaimana kemitraan konservasi bisa menjadi bagian upaya konservasi satwa liar. Karena mereka berada di dalam habitat satwa kunci,” ujar Panut.
4. Populasi orangutan terus menurun, deforestasi hingga perburuan dan perdagangan jadi penyebab utama
Saban tahun, populasi orangutan terus menurun. Baik faktor alamiah, atau pun tingginya tekanan kepada habitat mereka di kawasan hutan. Data Population and Habitat Viability Assesment (PHVA) 2016, diperkirakan terdapat 14.630 individu orangutan sumatra. Ditambah spesies orangutan tapanuli (pongo tapanuliensis) yang dideklarasikan pada November 2017 dan langsung masuk dalam status ‘sangat terancam punah’. Saat ini populasinya diperkirakan hanya tinggal 500 sampai 760 individu tersebar pada beberapa blok ekosistem Batang Toru.
Tekanan terhadap habitat terjadi karena masifnya deforestasi karena pembukaan hutan untuk perkebunan, pembalakan dan pemukiman. Belum lagi kasus perburuan dan perdagangan orangutan yang masih ditemukan hingga saat ini.
Menurut Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN), dalam 75 tahun terakhir, populasi orangutan sumatera telah mengalami penurunan sebanyak 80 persen. Dalam IUCN Red List, Orangutan Sumatera dikategorikan Kritis (Critically Endangered).
5. Kehilangan satu person populasi orangutan berdampak sistemik pada ekosistem
Panut menjelaskan, jika satu persen saja populasi orangutan hilang, maka akan memberikan dampak sistemik. Perkembangan jumlah populasi akan berkurang signifikan. Karena dalam siklus hidupnya, perkembangbiakan hidup orangutan begitu lamban.
“Orangutan betina berkembang biak semasa hidupnya paling banyak melahirkan tiga individu. Karena interval perkembangbiakan cukup lama. Sekitar delapan tahun sekali. Karena jika punya anak, dia akan mengurusi anaknya hingga 6-8 tahun,” kata Panut, Kamis (9/6/2022).
Kehilangan populasi juga akan berdampak serius pada perkembangan ekosistem. Orangutan sebagai satwa arboreal pemakan buah terkenal sebagai petani hutan. Karena orangutan memencar biji-biji buah yang dimakannya. Apalagi satu individu orangutan punya daya jelajah yang cukup luas. Orangutan betina, punya daya jelajah hingga 800 Ha. Sedangkan untuk jantan lebih luas mencapai 1.500 Km.
“Ketika orangutan sudah tidak ada lagi, maka proses regenerasi vegetasi menjadi terganggu. Orangutan menjadi penyeimbang regenerasi hutan. Artinya, dia juga berperan dalam keseimbangan iklim. Karena menjaga hutan tetap bagus,” pungkas Panut.
SUMBER: IDN Times