Penting dalam Ekosistem Laut, Hiu dan Pari di Indonesia Justru Terancam

  • Meski memiliki peran penting dalam menjaga keberlangsungan ekosistem laut, hiu dan pari di Indonesia mengalami keterancaman akibat penangkapan dan perdagangan yang masif.
  • Spesies hiu, pari dan hiu hantu di Indonesia teridentifikasi sebanyak 116 untuk hiu, pari sebanyak 96 spesies, dan hiu hantu sebanyak 4 spesies. Dari seluruh spesies tersebut terdapat 63 spesies prioritas pendataan.
  • Hiu berperan sebagai predator puncak dalam ekosistem laut di mana dia menjaga agar semua populasi di bawahnya tetap stabil dan tetap berkelanjutan.
  • Pengaturan zona-zona yang ditetapkan dalam sistem buka-tutup dalam program Proteksi Gama YKL Indonesia di perairan Pulau Langkai-Lanjukang secara tidak langsung akan melindungi ekosistem terumbu karang menjadi lebih baik, sehingga biota di dalamnya berkesempatan berkembang biak dan melimpah.

 

Hiu dan pari di Indonesia mengalami keterancaman. Khusus untuk hiu, Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara penangkap hiu terbanyak di dunia dengan rata-rata tangkapan sebanyak 111.445 metrik ton per tahun, merujuk pada data dari Food and Agriculture Organization (FAO) yang disampaikan pada Simposium Hiu dan Pari Indonesia ke-3 yang dilaksanakan pada 2020 silam.

Hal ini disampaikan oleh Abdy Hasan, Elasmobranch Science and Management Coordinator Yayasan Konservasi Indonesia, dalam diskusi bertema “Urgensi Penyelamatan Biota Laut Dilindungi dan Terancam Punah”, yang dilaksanakan oleh Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia, di Makassar, Sulawesi Selatan, pertengahan Juni 2022 silam.

Diskusi ini adalah bagian dari Program Penguatan Ekonomi dan Konservasi Gurita Berbasis Masyarakat (Proteksi Gama) di Pulau Langkai dan Pulau Lanjukang Kota Makassar atas dukungan Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) dan Burung Indonesia.

Menurut Abdy, penangkapan dan perdagangan sirip hiu telah mempengaruhi status konservasinya, sehingga populasinya mengalami penurunan. Di sisi lain, hiu rentan terancam karena memiliki waktu untuk matang kelamin yang cukup lama dengan rata-rata usia matang kelamin 15-20 tahun.

“Itu berarti hiu baru bisa kawin dan memperbanyak populasinya setelah umur 15-20 tahun. Di sisi lain, hiu juga mempunyai jumlah telur atau anakan yang sedikit, hanya 1-2 anakan per individu. Sehingga, rendahnya tingkat reproduksi ini menyebabkan spesies ini sangat rentan terhadap penangkapan ikan secara berlebihan,” jelas Abdy.

READ  Aksi Pemuda bagi Bibit Pohon hingga Bersih Sampah untuk Peringati Hari Lingkungan Hidup
Diskusi bertema “Urgensi Penyelamatan Biota Laut Dilindungi dan Terancam Punah”, yang dilaksanakan oleh Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia, di Makassar, pertengahan Juni 2022 silam. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.
Diskusi bertema “Urgensi Penyelamatan Biota Laut Dilindungi dan Terancam Punah”, yang dilaksanakan oleh Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia, di Makassar, pertengahan Juni 2022 silam. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Hal yang sama terjadi untuk pari yang mengalami penangkapan yang intensif dan luas, serta akibat produktivitas biologisnya yang sangat rendah, seperti pertumbuhan dan kematangannya yang lambat, waktu generasi lama serta kesuburannya juga rendah, yang menyebabkan pemulihan populasinya menjadi lambat.

Menurut Abdy, spesies hiu, pari dan hiu hantu di Indonesia teridentifikasi sebanyak 116 untuk hiu, pari sebanyak 96 spesies, dan hiu hantu sebanyak 4 spesies. Dari seluruh spesies tersebut terdapat 63 spesies prioritas pendataan.

Dijelaskan Abdy bahwa status konservasi hiu di Indonesia berdasarkan regulasi perlindungan hidup terbagi menjadi tiga, yaitu perlindungan penuh, dilarang ditangkap, dilarang diperjualbelikan, harus segera dilepasliarkan bila tidak sengaja ditangkap dan dilaporkan ke pihak berwenang.

Abdi kemudian merinci status hiu dan pari di Indonesia berdasarkan status perlindungannya, yaitu satu speses hiu dan 9 spesies pari berkategori dilindungi penuh.

“Untuk kategori Apendiks II CITES untuk hiu sebanyak 9 spesies, pari sebanyak 14 spesies. Kemudian kategori untuk potensial Apendiks CITES II, yaitu hiu sebanyak 22 spesies dan pari sebanyak 7 spesies.”

Selain regulasi perlindungan secara nasional, dikenal juga kategori keterancaman atau kepunahan secara global. Berdasarkan kategori yang dikeluarkan oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) terdapat 37 persen spesies hiu dan pari yang masuk dalam kategori terancam.

Kemudian kategori keterancaman spesies hiu dan pari secara global, ada beberapa kategori yang dikeluarkan oleh IUCN, yaitu kategori Critically Endangered (CR) karena terancam punah, sebanyak 4 spesies, kemudian Endangered (EN) atau terancam punah 9 spesies, Vulnerable (VU) sebanyak 6 spesies, Near Threatened (NT) 13 spesies.

“Untuk spesies pari yang masuk kategori CR sebanyak 11 spesies, EN sebanyak 16 spesies, VU sebanyak 1 spesies dan NT sebanyak 2 spesies.”

READ  Berbagai Skenario Meningkatkan Produksi Energi dari Listrik Surya Atap
Ilustrasi. Salah satu penjual hiu menunggu pembeli di TPI Brondong, Lamongan, Jawa Timur. Hampir setiap hari ada aktifitas jual beli hiu di TPI yang berada di pesisir Lamongan tersebut. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia
Ilustrasi. Salah satu penjual hiu menunggu pembeli di TPI Brondong, Lamongan, Jawa Timur. Hampir setiap hari ada aktifitas jual beli hiu di TPI yang berada di pesisir Lamongan tersebut. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Peran Hiu untuk Ekosistem

Menurut Abdy, hiu bisa temukan di beberapa habitat di pantai dari pesisir sampai ke laut dalam, di mana hiu biasanya akan datang ke daerah laut dalam untuk bertelur dan beranak.

Hiu berperan sebagai predator puncak dalam suatu ekosistem di mana dia menjaga agar semua populasi di bawahnya tetap stabil dan tetap berkelanjutan.

“Di sini kita bisa lihat saat hiu hilang atau terancam keberadaannya pada suatu ekosistem pada suatu daerah maka spesies di bawahnya itu akan bertumbuh lebih banyak.”

Kondisi ini, lanjut Abdy, terlihat menguntungkan, namun pada faktanya akan terjadi lonjakan ikan tuna yang kemudian akan menghabisi populasi ikan kakap, Akibatnya jumlah ikan kecil yang akan terus menerus menurun sejalan dengan hilangnya habitat ikan kakap.

“Saat semua ikan kecil habis di mana ikan tuna, ikan kecil dan ikan kakap tidak punya kesempatan untuk bertelur, dan akhirnya ikan tuna itu akan kehabisan sumber makanannya. Dan akhirnya semua spesies pada ekosistem tersebut akan punah karena sudah tidak adanya sumber makanan dan terus meningkatnya tekanan terhadap perikanan.”

Ilustrasi. Hiu macan tangkapan nelayan Pulau Ambo, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Foto : Agus Mawan/Mongabay Indonesia
Ilustrasi. Hiu macan tangkapan nelayan Pulau Ambo, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Foto : Agus Mawan/Mongabay Indonesia

 

Menurut Abdy, hiu dikenal sebagai ‘dokter’ di ekosistemnya di mana dia akan memakan ikan yang sakit dan yang cacat di suatu kelompok dan hanya meninggalkan ikan yang sehat.

“Kumpulan ikan yang sehat ini akan memiliki kemungkinan besar untuk hidup sampai dewasa dan bertelur kembali. Ikan itu berhasil menyelesaikan siklus hidupnya dan mendapatkan lagi statusnya spesies tersebut.”

Dijelaskan Abdy, saat ini tengah didorong pemanfaatan hiu dan pari secara non ekstraktif. Sebuah studi yang dilakukan Conservation International (CI) menunjukkan bahwa valuasi dari pengelolaan hiu dan pari secara berkelanjutan bisa menyumbang sekitar 140 juta USD ketika dikelola dalam bentuk hidup, dibanding dalam kondisi mati yang hanya memiliki valuasi ekonomi sebesar 5 juta USD.

READ  Perusahaan Sawit Diminta Lestarikan Satwa Dilindungi

“Kita bisa membandingkan di sini bahwa kita bisa mendapatkan sebanyak 140 juta USD kalau bisa mengelola spesies ini dengan pemanfaatan yang berkelanjutan. Tentunya itu yang perlu diperhatikan, sebelum melakukan pariwisata itu wajib untuk selalu mengikuti kode etik atau adat istiadat setempat,” jelasnya.

Ilustrasi. Seekor ikan pari manta (Manta birostris) yang berada di perairan kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT. Foto : Herry Jeremias
Ilustrasi. Seekor ikan pari manta (Manta birostris) yang berada di perairan kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT. Foto : Herry Jeremias

 

Perlindungan Spesies di Perairan Pulau Langkai-Lanjukang

Salah satu target yang ingin dicapai YKL Indonesia melalui program Proteksi Gama adalah perlindungan spesies penting di kawasan perairan Pulau Langkai dan Lanjukang Makassar melalui pemberdayaan masyarakat nelayan menangkap gurita secara ramah lingkungan dan menerapkan sistem buka-tutup.

“Sejauh ini dapat dinyatakan bahwa inisiasi uji coba sistem buka-tutup di wilayah perairan Pulau Langkai-Lanjukang, nelayan penangkap gurita dan masyarakat lokal telah bersepakat untuk bersama-sama menutup sementara waktu beberapa wilayah perairan khususnya yang merupakan lokasi penangkapan gurita,” ungkap Alief Fachrul Raazy, Program Manager YKL Indonesia.

Di sisi lain, lanjut Fachrul, nelayan telah berinisiatif mengawasi wilayahnya dari ancaman nelayan dari mana pun yang melakukan destructive fishing, penangkapan spesies lindung yang disengaja, maupun by catch.

By catch, hiu silky shark yang tertangkap oleh nelayan yang berasal bukan dari Langkai-Lanjukang. Foto ini diambil saat dilakukan survei awal (fisheries profiling) pada tanggal 7 Juni 2021 atau sebelum ada intervensi langsung dari program Proteksi Gama. Foto: Alief Fachrul Raazy/YKL Indonesia
By catch, hiu silky shark yang tertangkap oleh nelayan yang berasal bukan dari Langkai-Lanjukang. Foto ini diambil saat dilakukan survei awal (fisheries profiling) pada tanggal 7 Juni 2021 atau sebelum ada intervensi langsung dari program Proteksi Gama. Foto: Alief Fachrul Raazy/YKL Indonesia

 

Dikatakan Fachrul, pengaturan zona-zona yang ditetapkan dalam sistem buka-tutup ini secara tidak langsung akan melindungi ekosistem terumbu karang sehingga akan menjadi lebih baik, biota di dalamnya berkesempatan berkembang biak dan melimpah, termasuk dua spesies hiu, silky shark dan scalloped hammerhead shark yang menjadi rantai makan tertinggi di laut.

“Intervensi proyek ini secara bertahap telah berhasil mengubah pola pikir nelayan lokal dalam mengelola gurita secara berkelanjutan, menjaga kesehatan ekosistem terumbu karang termasuk menjaga spesies biota laut yang dilindungi dan terancam langka, serta mendorong terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal,” tambahnya.

 

SUMBER: MONGABAY

Enable Notifications    Ok No thanks