SRAK Rangkong Gading Sudah Ditetapkan, Bagaimana Implementasinya?


Sosialisasi Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Rangkong Gading (Rhinoplax vigil) Indonesia 2018-2028 untuk region Sumatera telah dilakukan di Medan, Sumatera Utara, Kamis (1/11/2018). Hal penting apa yang ingin dicapai dari pertemuan ini?

Indra Exploitasia, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati (KKH), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjelaskan, sosialisasi dilakukan berdasarkan SK 215/MENLHK/KSDAE/KSA.2/5/2018 tentang SRAK Rangkong Gading Indonesia 2018-2028.

“Kami berharap, SRAK bukan sebagai dokumen saja, tetapi diimplementasikan. Dengan begitu, cita-cita melestarikan rangkong gading terwujud,” jelasnya.

Indra menjelaskan, ada lima strategi yang dilakukan dengan pendekatan berbagai pihak ini. Pengelolaan populasi dan habitat, penyusunan aturan dan kebijakan, kemitraan dan kerja sama, komunikasi dan penyadartahuan masyarakat, serta pendanaan sindikatif lintas batas negara. “SRAK ini mandat dari konferensi perdagangan tumbuhan dan satwa liar atau CITES di Afrika Selatan bagi negara-negara yang memiliki persebaran rangkong gading.”

Indra mengatakan, ketergantungan jenis ini pada tegakan pohon yang kuat, sekaligus menjadi indikasi tingkat kesehatan suatu ekosistem hutan. “Kepadatang populasinya di Kalimantan dan Sumatera sekitar 0,2 dan 2,1 individu per kilometer persegi. Kami belum bisa menentukan jumlah individu secara pasti, hanya sebatas kepadatang populasi,” jelasnya.

 

Inilah paruh-paruh rangkong gading yang berhasil disita petugas dari pemburu yang menjalankan aksinya di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser pada 2015 lalu. Foto : Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia.

 

Studi yang dilakukan Rangkong Indonesia dan Yayasan Titian menunjukkan, perdagangan komersial paruh rangkong gading ditemukan awal Agustus 2012. Ada barang bukti 96 paruh yang digagalkan penegak hukum di Bandara Supadio, Kalimantan Barat.

Pada 2015, aparat penegak hukum Indonesia berhasil menyita 1.294 paruh rangkong gading. Sementara di 2016 ada 2.245 paruh yang diamankan melalui perdagangan gelap di sejumlah negara seperti Malaysia, Laos, China, dan Amerika Serikat.

READ  Walhi Jatim Pertanyakan Amdal Proyek Wisata TN Bromo Semeru

“Rangkong gading masuk Appendix I CITES dan dinyatakan Kritis (CR/Critically Endangered) dalam Daftar Merah IUCN. Indonesia, melalui SRAK ini menunjukkan komitmennya melindungi rangkong gading,” jelas Indra.

Rangkong gading merupakan burung besar yang ukuran tubuhnya mencapai 140 cm, dari paruh hingga ekor. Jenis ini hanya memiliki satu pasangan selama hidupnya (monogami). Jika pasangannya mati atau dibunuh, akan sangat sulit mencari penggantinya.

 

Rangkong gading yang diakhir 2015, statusnya ditetapkan Kritis akibat perburuan yang tinggi. Foto: Yokyok Hadiprakarsa/Rangkong Indonesia

Dukungan penuh

Yuliani Siregar, Kepala Bidang Perlindungan Hutan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengatakan dukung penuh SRAK. Tahun depan, pihaknya akan melakukan inventarisasi tumbuhan dan satwa liar melibatkan seluruh kesatuan pengelolaan hutan (KPH) di daerah.

“Habitat rangkong gading ada di wilayah Sumatera Utara, sosialisasi dan penyadartahuan harus terus dilakukan, ” jelasnya.

Menurut dia, perlindungan dan pengamanan kawasan hutan akan terus dilakukan. “Kami sangat serius mendukung SRAK Rangkong Gading dari ancaman kepunahan. Hutan di Sumatera Utara ini terdata 3,52 juta hektar. Kondisinya, berkisar 30 hingga 40 persen masih baik, mau tidak mau proses pemulihan hutan dan penegakan hukum terhadap perburuan harus dijalankan,” paparnya.

Fitriana Saragih, Kepala Seksi Pemanfaatan dan Pelayanan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) mengatakan, di TNGL ada dua jenis rangkong yang ditemukan yaitu rangkong badak dan rangkong papan. Saat ini, kegiatan utama balai adalah perlindungan habitat melalui kegiatan smart patrol.

“Untuk pemantauan dan survei, kami masih fokus pada empat spesies yaitu badak sumatera, harimau, gajah dan orangutan. Persebarannya ada di Sumatera Utara dan Aceh. Kami juga terus melakukan penguatan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan,” jelasnya.

Haluanto Ginting, Kepala Seksi Wilayah I Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PamGakkum LHK) Wilayah Sumatera mengatakan, tidak ada ampun bagi yang melakukan pelanggaran UU KSDAE Nomor 5 Tahun 1990. Penguatan pengamanan kawasan, kami lakukan dengan menggandeng Polda Sumatera Utara, khususnya untuk penahanan dan penangkapan pelaku kejahatan satwa liar.

“BBTNGL bersama Wildlife Crime Unit (WCU) pada 2015 berhasil membongkar perdagangan paruh rangkong gading yang diburu di kawasan TNGL. Sebanyak 12 paruh diamankan. Kami akan terus meningkatkan pengawasan dan pengamanan satwa liar,” tandasnya.

 

SUMBER : MONGABAY.CO.ID

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Enable Notifications    Ok No thanks