Konservasi Orangutan dalam Ketidakpastian Ekologis

Video viral orang utan dewasa dalam kondisi kurus berjalan bersama anaknya (Foto: tangkapan layar)
Video viral orang utan dewasa dalam kondisi kurus berjalan bersama anaknya (Foto: tangkapan layar)

 

Jakarta – Indonesia, rumah bagi orangutan, menyimpan harta karun alam tak ternilai. Satwa endemik Nusantara ini adalah penjaga asli hutan hujan tropis Kalimantan dan Sumatera. Keberadaannya memancarkan kecerdasan di balik rambut coklatnya yang khas.
Orangutan menjadi lambang kearifan nasional yang telah memperoleh pengakuan di seluruh dunia. Namun, meski Indonesia baru saja merayakan Hari Cinta Satwa dan Puspa Nasional yang jatuh pada 5 November setiap tahunnya, tanggung jawab konservasi atas orangutan yang merupakan kebanggaan nasional justru masih belum dijunjung tinggi sepenuhnya.

Setiap tahunnya, populasi orangutan terus mengalami penurunan. Pada 1973, terdapat setidaknya 288 ribu ekor orangutan. Lima dekade berlalu, jumlah tersebut turun tajam 80 persen hingga tersisa hanya 57 ribu ekor saja. Situasi ini menempatkan orangutan sebagai spesies terancam kritis dalam Daftar Merah IUCN.

Serangkaian Tantangan

Orangutan menghadapi serangkaian tantangan atas keberlangsungannya. Hilangnya hutan yang menjadi habitatnya menjadi ancaman utama. Sejak 2001, Indonesia telah kehilangan 18 persen dari luas tutupan hutan, yaitu sekitar 29,4 juta hektar. Kebakaran hutan dan alih fungsi lahan hutan menjadi faktor utamanya, menurut laporan Dana Dunia untuk Alam (WWF).

Degradasi habitat hutan membuat orangutan terus kehilangan tempat berlindung dan sumber makanan alaminya. Akibatnya, orangutan sering terpaksa memasuki kawasan pertambangan dan pemukiman penduduk dalam upaya bertahan hidup.

Kejadian ini sangat memilukan, seperti yang terjadi pada September lalu. Beredar sebuah video viral yang menampilkan seekor induk dan anak orangutan tampak sangat kurus melintasi jalan kawasan pertambangan di Sangatta, Kalimantan Timur.

Selain kehilangan habitat, perburuan liar juga menjadi ancaman serius bagi orangutan. Alasan perburuan ini beragam, mulai dari perdagangan ilegal hingga upaya membasmi orangutan yang memasuki lahan perkebunan warga.

READ  Varietas Lokal dan Sumber Pangan Masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah

Menurut Program Lingkungan PBB (UNEP), setiap tahunnya terdapat sekitar 6.000 ekor primata besar, termasuk orangutan, ditangkap ataupun dibunuh untuk diperdagangkan dan dijadikan hewan peliharaan.

Undang-Undang Konservasi Hayati telah menetapkan sanksi pidana atas kejahatan pembunuhan, perdagangan, dan kepemilikan ilegal atas satwa dilindungi, termasuk orangutan. Namun, sebuah studi yang diterbitkan di Biological Conservation (2022) menemukan bahwa sebagian besar pelaku kejahatan tersebut berhasil lolos dari hukuman.

Orangutan memiliki tingkat kelahiran yang sangat rendah, dengan rata-rata hanya satu kelahiran setiap 6 hingga 8 tahun. Dengan tingginya ancaman terhadap keselamatannya, tanpa tindak lanjut yang efektif dan segera, banyak ahli khawatir populasi orangutan dapat mengalami kepunahan dalam 50 tahun ke depan, sebagaimana ditegaskan Orangutan Conservancy.

Konservasi

Konservasi merupakan upaya penting melindungi dan melestarikan orangutan. Perbaikan dalam pengelolaan hutan menjadi langkah esensial dalam menjaga habitat yang dibutuhkan orangutan untuk bertahan hidup.

Analisis Viabilitas Populasi dan Habitat 2016 mencatat terdapat 71.980 orangutan yang hidup bebas di hutan Sumatera dan Kalimantan. Sementara itu, jumlah yang tinggal dalam penangkaran hanya sekitar 900 ekor. Inilah alasan pentingnya mengambil tindakan serius melindungi habitat orangutan.

Kebijakan moratorium perizinan hutan yang dipermanenkan pada 2019 menandai komitmen menghentikan deforestasi dan konversi hutan yang telah lama mengancam habitat orangutan. Namun, penegakan hukum terhadap tindakan ilegal seperti perambahan lahan, tebang-bakar, dan pembalakan liar harus diperkuat.

Selama lima tahun terakhir, tercatat setidaknya ada 534 tindak pidana terkait pembalakan liar dan perambahan yang telah ditindaklanjuti. Kedua ktivitas ini mencakup 59 persen dari total sengketa lingkungan hidup yang terjadi.

Menerapkan pola agrikultur berkelanjutan adalah salah satu solusi terbaik mempertahankan habitat orangutan. Salah satunya melalui program sertifikasi minyak sawit berkelanjutan. Langkah penting ini mendorong konsep perkebunan sawit tanpa merusak hutan dan memprioritaskan nilai konservasi.

READ  Suaka Margasatwa Muara Angke: Zona Penyangga Jakarta yang Harus Dijaga

Agroforestri juga menjadi kunci mencegah konflik antara petani lokal dan orangutan. Dengan memadukan pertanian ke dalam hutan tanpa membuka lahan baru, masyarakat lokal dapat menjaga koridor alam yang vital bagi orangutan dalam mencari sumber daya untuk bertahan hidup.

Tak kalah penting, program adopsi orangutan memungkinkan kita semua mendukung lembaga-lembaga yang berperan dalam konservasi dan perlindungan orangutan. Program ini memungkinkan kita secara simbolis mengadopsi orangutan dengan membantu mendanai rehabilitasi dan perlindungannya.

Konservasi orangutan adalah sebuah tanggung jawab penting yang harus kita semua pahami dan dukung. Kita memiliki kesempatan untuk memastikan orangutan dapat terus menjadi kebanggaan nasional yang hidup bebas dan aman di hutan-hutan Indonesia.

Dengan kerja sama dan kesadaran kolektif, kita dapat menjaga kearifan lokal yang berharga ini agar tetap ada untuk generasi mendatang.

SUMBER: detik.com

Enable Notifications    Ok No thanks