Desa Guyangan, Kampung Proklim di Probolinggo untuk Menghadapi Perubahan Iklim

Pembuatan tanggul di sekitar air terjun menjadi salah satu langkah mencegah banjir dan longsor akibat perubahan iklim. (FOTO: Pemdes Guyangan for TIMES Indonesia)

 

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Pemanasan global dunia sudah terjadi. Cuaca tak menentu dan kerap ekstrem. Butuh adanya langkah nyata untuk menyeimbangkan alam. Salah satunya dengan membentuk Program Kampung Iklim atau Proklim, seperti yang dilakukan Desa Guyangan, Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolinggo, Jatim.

Ya, Desa Guyangan menasbihkan diri sebagai Kampung Proklim untuk melawan pemanasan global yang diakibatkan efek rumah kaca. Banyak langkah yang telah dilakukan Desa Guyangan yang terletak di lereng utara Pegunungan Argopuro itu. Kesemuanya dengan memaksimalkan potensi alam yang terhampar.

Kepala Desa Guyangan, Hasyim mengatakan, langkah Desa Guyangan menjadi Kampung Proklim ini untuk mendukung program nasional yang dapat memperkuat upaya penanganan perubahan iklim. “Seperti gerakan ketahanan pangan, ketahanan energi, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pencapaian target penurunan emisi sebesar 26 persen pada tahun 2022,” kata Hasyim.

Hasyim menjelaskan, Kampung Proklim juga bisa menumbuhkan kemandirian masyarakat dalam melaksanakan adaptasi perubahan iklim, termasuk menjaga nilai-nilai kearifan tradisional atau lokal yang dapat mendukung upaya penanganan perubahan iklim dan pengendalian kerusakan lingkungan secara umum.

“Kami juga menjembatani kebutuhan masyarakat dan pihak-pihak yang dapat memberikan dukungan untuk pelaksanaan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim,” ujarnya.

Lalu, apa saja yang telah dilakukan Desa Guyangan untuk mewujudkan sebagai Kampung Proklim?

Pertama, adalah pengendalian bencana kekeringan, banjir dan longsor. Dalam hal mencegah kekeringan, Desa Guyangan telah melakukan pemanenan air hujan dengan teknik mengumpulkan dan menampung air hujan ke tangki, waduk alami dan peresapan air.

“Air ini dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan untuk menyiram tanaman, maupun kebutuhan lain. Ini adalah praktik penghematan air serta sebagai alternatif sumber air baru,” terangnya.

Sementara untuk pengendalian banjir dan tanah longsor, Desa Guyangan telah membangun tanggul air, serta penataan waduk. Begitu juga dengan kawasan resapan air dengan tetap memelihara hutan luas lereng Pegunungan Argopuro, serta mendirikan pos pantau air di dekat air terjun yang ada di Desa Guyangan.

READ  Konservasi Alam, Memupuk Kecintaan pada Alam dan Budaya Nusantara

Kedua, ketahanan pangan.Berbicara perubahan iklim, menurut Hasyim, juga penting untuk menyiapkan langkah ketahanan pangan. Karena itu, langkah kedua adalah menciptakan ketahanan pangan.

Menurutnya, menciptakan ketahanan pangan perlu dilakukan agar ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat tetap terjaga di tengah perubahan iklim.

“Perlu adanya sistem pola tanam. Masyarakat kami sudah menerapkan sistem tumpang sari di musim tanam tiga komoditas yakni padi, jagung dan kedelai. Misalnya saat menanam padi, masyarakat juga menanam tomat dan cabai di lahan yang sama,” ujar Hasyim.

Dalam mewujudkan ketahanan pangan tersebut, Hasyim menyebutkan perlu adanya langkah untuk memadukan pertanian tanaman dan peternakan atau yang disebut Pertanian Terpadu. Di Desa Guyangan, tepatnya di Dusun Jaran Goyang sudah menerapkan pola tersebut.

Di Dusun Jaran Goyang, lanjutnya, lahan sempit dimanfaatkan untuk penerapan Pertanian Terpadu. “Di bagian atas menanam sayur menggunakan polybag, dan di bawahnya ada ternak lele,” ujarnya.

Dengan langkah tersebut, masyarakat tidak akan terpengaruh dengan mahalnya harga kebutuhan pokok. Bahkan di setiap pekarangan rumah warga, sudah terdapat tanaman sayuran dan tanaman toga untuk kebutuhan rumah tangga. Seperti bayam, kangkung, cabai, tomat, sawi, terong, dan ada beberapa tanaman brokoli.

Selain menerapkan sistem polybag, warga di Dusun Jaran Goyang juga mengembangkan pertanian sistem hidroponik dan aquaponik yang tidak membutuhkan media tanah atau pupuk padat, namun menggunakan media air dan pupuk organik cair. “Sehingga menghemat pengunaan air, dan sistem ini tidak dipengaruhi cuaca,” kata kades yang suka memakai blangkon ini.

Ketiga, pengendalian penyakit terkait iklim. Cuaca ekstrem seperti hujan dan angin kencang yang terjadi terus-menerus akan menyebabkan banjir, jika daratan tidak siap menampung limpahan air yang banyak. Banjir menyebabkan lingkungan kotor dan menjadi sarang nyamuk.

READ  Jokowi Ingin Masyarakat Sekitar Hutan Lebih Makmur

Berkaitan dengan beberapa dampak buruk yang diakibatkan oleh perubahan iklim, Desa Guyangan melakukan beberapa langkah nyata pengendalian vektor. Seperti menerapkan 3M (Menguras, menimbun, menutup) sarang nyamuk.

“Kami juga membentuk Juru Pemantau Jentik, yang secara intens setiap minggunya untuk melakukan survey memantau jentik-jentik yang ada di rumah warga,” terangnya.

Nah, dengan adanya Program Kampung Iklim atau Proklim seperti Desa Guyangan di Kabupaten Probolinggo ini, maka upaya untuk menekan pemanasan global bisa diatasi melalui Proklim yang digagas pemerintah pusat. (*)

 

SUMBER: timesindonesia

Enable Notifications    Ok No thanks