Jokowi Ingin Masyarakat Sekitar Hutan Lebih Makmur
Indonesia telah kehilangan jutaan hektar hutan alam yang beralih menjadi hutan untuk industri. Proses ini menggambarkan bagaimana posisi hutan dalam isu pelestarian dan ekonomi, yang terus menjadi problem bagi Indonesia.
Sialang adalah pohon-pohon besar, dengan diameter mencapai satu meter dengan tinggi 30 meter. Di dahannya, puluhan rumah lebah hutan menggantung dan masing-masing bisa menghasilkan hingga 10 kilogram madu sekali panen.
Madu Sialang dikelola bersama oleh KPHP Benakat bersama petani di sekitar hutan. Petani memanen madu dari atas pohon, dan pemerintah melalui KPHP setempat mengemas serta memasarkannya.
Konsep ini digagas oleh Jokowi sejak empat tahun yang lalu. Dia secara khusus memerintahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya untuk memberdayakan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Indonesia, kata Jokowi, memiliki hutan yang luasnya nomor sembilan di seluruh dunia. Namun, masyarakat di sekitar hutan justru miskin. Jokowi ingin manfaat ekonomi hutan, sebagaimana yang diterapkan di negara-negara seperti Norwegia, Swedia dan Finlandia.
“Fakta yang ada, kita sampaikan apa adanya, dan ini yang harus kita benahi dan perbaiki, di negara kita masyarakat yang hidup di sekitar hutan maupun di kawasan hutan, justru miskin. Seharusnya terbalik. Masyarakatnya yang hidup di sekitar hutan atau di dalam hutan, harusnya makmur,” jelas Jokowi.
Desi bertemu dengan Jokowi, dan memamerkan madu produksi KPHP Benakat di Hutan Pinus Mangunan, Bantul, Yogyakarta hari Jumat (28/9) pagi. Dalam acara Festival Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Nasional, bertemu pelaku bisnis kehutanan swasta, masyarakat, usaha kecil dan menengah serta pengelola hutan dari pemerintah.
Hutan Pinus Mangunan sendiri dijadikan contoh oleh Jokowi, tentang pemanfaatan hutan sebagai tujuan wisata. Hutan ini sangat terkenal di kalangan generasi milenial, karena menjadi lokasi swafoto yang layak dipajang di Instagram.
Jokowi memberikan sambutan dalam Festival Kehutanan Nasional di Mangunan, Yogyakarta, Jumat 28 September 2018. (Foto courtesy: Humas KLHK)
Jokowi juga berbicara dengan Azhari Tukimin, petani ulat sutera yang tinggal tidak jauh dari Hutan Mangunan. Kepada Jokowi, Azhari memamerkan bagaimana mereka mengelola enam hektar lahan untuk memelihara ulat sutera. Petani bertugas memelihara pohon murbei sebagai makanan ulat, dan pemerintah menjual sutera itu.
Jokowi minta lahan garapan ditingkatkan hingga 100 hektar, namun Azhari mengaku mengalami kendala. “Kami kesulitan air, sehingga saat ini kemarau daun-daun murbeinya rontok semua. Kalau mau diperluas lahan garapan, harus disediakan airnya dulu, Pak,” kata Azhari kepada Jokowi.
Menurut fungsinya, pemerintah telah menetapkan tiga jenis KPH, yaitu untuk Lindung (KPHL), Produksi (KPHP), dan Konservasi (KPHK). Khusus untuk KPH Produksi, masyarakat kini dilibatkan dalam kegiatan perekonomian agar keinginan Jokowi menyejahterakan mereka bisa terwujud.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menjelaskan, upaya ini bisa diwujudkan karena KPH memberikan berbagai kepastian hukum, baik bagi masyarakat, sektor swasta maupun pemerintah sendiri.
“KPH sebagai lembaga pengelola hutan di tingkat tapak, merupakan kebijakan strategis pemerintah dalam membenahi tata kelola hutan Indonesia. Dengan adanya KPH, akan memberi kepastian area kerja dan menghindari akses terbuka, memastikan wilayah tanggung jawab pengelolaan sebagai dasar dalam penyusunan rencana usaha, meningkatkan legitimasi status hukum wilayah kelola hutan dan untuk terlaksananya kriteria serta standar pengelolaan hutan lestari,” jelas Siti Nurbaya.
Siti Nurbaya memaparkan, konsep ini telah dirintis sejak setahun lalu. Ada tiga langkah utama, yaitu membuka akses lahan, fasilitas kesempatan usaha dan penguatan sumber daya manusia masyarakat sekitar hutan. Dalam catatan kementeriannya, kata Siti, di Pulau Jawa saja dari 102 ribu hektar hutan rakyat, setidaknya 510 ribu masyarakat memperoleh pekerjaan.
SUMBER : VOA INDONESIA